Selasa, 29 Juli 2008

Pede dengan Islam

Sopian Muhammad



Setiap orang harus memiliki kepercayaan diri alias pede. Bahkan begitu pentingnya kepercayaan diri, ungkapan pede sangat populer mewarnai gejala sosial budaya termasuk di tengah pergaulan remaja muslimnya.

Pede berkenaan dengan keberanian untuk bersikap, tampil, memotivasi diri, menunjukan pribadi yang menarik dan sejenisnya. Namun permasalahannya adalah ketika makna pede tidak dilandasi atau dijiwai oleh nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi. Terutama nilai-nilai agama (Islam).

Munculnya berbagai kekeliruan dalam menempatkan makna pede tidak terlepas dari lemahnya penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai tadi. Sedangkan orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, senantiasa menempatkan makna pede yang dijiwai dengan ajaran agama tersebut. Hal ini tercermin dari sikap dan perilakunya.

Kekeliruan menempatkan makna pede
Kekeliruan memaknai pede terjadi apabila ke-pede-an hanya diukur berdasarkan segi fisik atau materi semata. Misalnya merasa pede hanya lantaran tampang yang kece atau keren, pede karena bisa menampilkan keseksian tubuh, memamerkan harta kekayaan, atau merasa pede apabila dapat mengikuti berbagai tren (trend) atau gaya hidup (life style) tertentu dalam pergaulan. Tidak peduli apakah tren tersebut sesuai dengan nilai-nilai agama kita atau tidak.

apabila dicermati, banyaknya remaja yang keliru dalam menempatkan pengertian pede tidak bisa dilepaskan dari berbagai faktor. Salah satunya adalah faktor psikologis. Para psikolog berpendapat, remaja berkecenderungan untuk meniru atau melakukan sesuatu yang baru walaupun bertentangan dengan tuntunan agama. Repotnya setelah mencoba-coba atau meniru-niru hal yang negatif itu seringkali berlanjut menjadi kebiasaan. Akibatnya timbullah berbagai masalah sosial.

Selain faktor psikologis, juga karena faktor budaya atau sosial pergaulan. Sebab seseorang bisa merasa pede apabila sikap atau perilakunya sudah sesuai dengan lingkungan pergaulan. Misalnya lingkungan pergaulan dengan gaya hidup modern. Padahal bisa jadi cara hidup semacam itu sarat dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam yang kita yakini. Karena itulah pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai Islam harus senantiasa ditumbuhkembangkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.

Dibalik Kekeliruan Menempatkan Makna Pede
Kalau dikaji secara mendalam, dibalik pede-nya tren pergaulan atau gaya hidup remaja kita yang sudah banyak menyimpang dari nilai-nilai Islam itu, sebenarnya tidak terlepas dari upaya Barat. Dengan kekuatan ekonomi dan politik yang didukung oleh pengaruh film dan penguasaan teknologi informasi terutama media massanya, Barat dengan pengaruh globalisasinya berusaha menciptakan agar umat manusia terutama generasi muda muslimnya menjauhi ajaran agamanya.

Sejauh ini Barat memang telah berhasil. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya para remaja muslim yang terpengaruh dan meniru sikap dan perilaku yang sarat dengan nilai-nilai Barat seperti tercermin dari berbagai tren yang menggejala. Baik tren dalam hal cara berpakaian (fashion), bersenang-senang (fun), sampai dalam soal memilih minum-makanan (food). Atau yang populer dengan “3 f” itu.

Disadari atau tidak, tren pergaulan atau gaya hidup yang sering dikemas dengan sebutan modern itu berhasil membuat muda-mudi muslimnya terpedaya. Bahkan tidak sedikit diantaranya yang malah merasa sangat pede dengan tren pergaulan-gaya hidup seperti itu.

Pertanyaannya, kenapa Barat berbuat demikian terhadap generasi muda muslimnya ?
Kalau dilihat dari sejarah peradaban manusia hingga kini, antara Islam dan Barat sesungguhnya tidak pernah benar-benar akur. Penyebabnya karena tidak ada kesesuaian antara nilai-nilai yang dianut Barat dengan nilai-nilai hidup Islam. Dengan kata lain, seperti diungkapkan Maryam Jameela – seorang Yahudi Amerika yang sebelum masuk Islam bernama Margaret Marcus – perselisihan ini terjadi karena terdapat perbedaan yang sangat fundamental antara Barat dengan Islam (Husaini : 1999). Tegasnya seperti dikatakan Allah dalam Al Qur’an :

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani, tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka”. (Al Baqarah : 120)
Dalam konteks pembahasan ini, remaja muslim yang sikap hidupnya cenderung menganut nilai-nilai Barat, sesungguhnya merupakan “korban” dari pertentangan yang terjadi antara Barat dengan Islam. Mereka adalah generasi muda yang tertipu. Sebab nilai-nilai Barat yang dikemas dalam modernisasi sebenarnya adalah perangkap yang sengaja dihembuskan agar cara hidup generasi muda kita semakin jauh dari ajaran Islam.

Adapun kunci utama dari keberhasilan Barat untuk “menipu” orang-orang Islam, yaitu dengan “menciptakan dunia ini seindah mungkin”.
“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman...”(QS.Al Baqarah : 212)
“Kalian telah terlena oleh melimpahnya kesenangan, sehingga tiba lah saatnya kalian di tepi jurang.” (At Takatsur : 1-2)
“Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Al Hadid:20)
“Kehidupan ini hanyalah tipu daya dan permainan.” (Al An’am : 32)
“Disitulah diuji orang-orang yang beriman, dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.” (Al Ahzab : 11)

Barat menyadari, untuk menghancurkan generasi muslim mereka harus menyerang secara total dan menyeluruh, mencakup sisi aqidah, syariah, akhlak, adat istiadat, serta melalui tradisi yang disusupkan dengan berbagai cara. Singkatnya skenario penghancuran terhadap Islam haruslah bersifat menyeluruh atau mencakup semua aspek kehidupan. Umat Islam termasuk remajanya harus dibuat ragu terhadap agamanya, dan diupayakan agar sedikit demi sedikit mereka meninggalkan ajaran Islam dalam hidupnya.

Bagi kita cara hidup yang menganut nilai-nilai di luar Islam adalah kebodohan (jahiliyah), bukan kepandaian. Menurut Muhammad Al Ghazali, fungsi terpenting dari kepandaian adalah untuk melihat dan memahami kebenaran yang ada di dalam pribadi, dunia, dan Allah.(Othman : 1981 : 37)

Mengingat begitu dahsyat dan gencarnya upaya untuk melemahkan dan menghancurkan umat Islam, maka sebagai generasi penerus, kita harus senantiasa menjaga kesadaran sebagai muslim. Baik kesadaran individu maupun kesadaran kesadaran kolektif.

Tidak ada komentar: