Sopian Muhammad
Seandainya saja setiap orang benar-benar menyadari hakikat keberadaan dirinya, maka tidaklah mungkin ia menyombongkan diri.
Dia tidak akan menyombongkan diri walaupun harta kekayaan berada dalam genggaman. Sebab baginya harta hanyalah titipan.
Dia tidak akan menyombongkan diri karena popularitas atau ketenaran yang membuat namanya bersinar laksana bintang. Sebab menurutnya, popularitas atau ketenaran seperti cahaya bintang yang akan segera sirna ketika siang akan tiba.
Dia tidak akan sudi menyombongkan diri dengan wajah rupawan yang dimilikinya. Sebab dirinya menyadari bahwa wajah akan mengkerut termakan usia dan membusuk bersamaan dengan raga di dalam tanah (kubur).
Dia tidak akan berbuat sombong hanya lantaran kepandaian atau kepintarannya. Sebab dia tahu betul bahwa ilmu yang dimilikinya ibarat setetes air di lautan jika dibandingkan ilmu Tuhan.
Dia tidak akan bersikap sombong karena kedudukan atau jabatan yang didudukinya. Sebab kedudukan atau jabatan adalah amanah yang harus dipertanggung-jawabkan.
Begitulah. Memang tiada alasan bagi siapapun untuk menyombongkan diri. Sebab sesungguhnya, segala yang dianggap milik kita, pada dasarnya bukan milik kita. Semuanya fana. Bahkan, kita yang terdiri dari jasad dan ruh ini akan dikembalikan ke asalnya.
Lalu, apa artinya harta kekayaan, ketenaran atau kepopuleran, kecantikan atau ketampanan, kepintaran atau kepandaian, bahkan kedudukan atau jabatan apabila semua itu hanyalah kefanaan?
Apabila kita tetap menganggap harta kekayaan begitu berharga, ingatlah selalu bahwa kekayaan hati jauh lebih berharga. Jika ketenaran atau popularitas membuat kita terpesona, sadarilah bahwa Allah pun tidak menyukainya.
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertaqwa, kaya hati, dan tidak di kenal orang.”
Seandainya kita merasa bangga dengan kerupawanan wajah sehingga selalu dijaga dan dirawat, maka menjaga dan merawat hati dari sifat-sifat tercela adalah yang utama.
Masih dalam sabda Rasulullah Saw :
“Sesungguhnya Allah tidak melihat jasmani kamu dan juga rupa kamu. Allah hanya melihat hati kamu dan amal kamu.”
Jika kita merasa hebat dengan kepintaran atau kepandaian yang kita miliki, maka kehebatan ilmu Allah tidak akan pernah bisa terlampaui.
Bila kita memandang kedudukan atau jabatan sebagai suatu kemuliaan dan kehormatan, maka sadarilah bahwa kemuliaan itu adalah ketaqwaan dan kehormatan adalah rendah hati (tawadlu).
Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa.” (Al Hujurat : 13)
Rasulullah bersabda :
“Kemuliaan itu adalah taqwa, dan kehormatan itu adalah tawadlu.”
Begitulah ajaran agung ini memberikan penyadaran kepada manusia untuk menghindari sifat sombong. Apalagi Allah dalam firman-Nya menandaskan :
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong....” (Al Isra : 37)
Sebagaimana orang-orang yang taqwa dan rendah hati (tawadlu), manusia yang menyombongkan diri juga kelak akan mendiami sebuah istana. Namun tentu bukan istana surga yang di dalamnya berlimpah ruah dengan segala kesenangan dan kenikmatan, melainkan istana di neraka yang penuh dengan siksa dan derita.
Rasulullah Saw bersabda :
“Sesungguhnya di dalam neraka itu terdapat sebuah istana yang akan ditempatkan padanya orang-orang yang menyombongkan diri dan mereka di kunci di sana.”
Allah berfirman :
“Dikatakan (kepada mereka) : Masukilah pintu-pintu neraka jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (Az Zumar : 72)
Adapun mengenai hakikat kesombongan ini, dalam salah satu haditsnya Rasulullah bersabda : “Yaitu orang-orang yang menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”
Berdasarkan sabdanya itu, makna sombong memiliki dua pengertian. Pertama ; sombong terhadap Allah (menolak kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya). Kedua ; sombong terhadap sesama manusia (merendahkan atau menghina orang lain). Lalu, pantaskah manusia menyombongkan diri terhadap Allah, Sang Pencipta Alam Semesta ?
Terhadap sesama manusia saja, kita sesungguhnya tidak pantas menyombongkan diri. Apalagi menyombongkan diri terhadap yang menciptakan kita (Allah).
Dalam firman-Nya yang yang sangat mendalam, Allah mengingatkan :
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali kali tidak akan sampai setinggi gunung.” (Al Isra : 37)
“Apakah manusia tidak mau tahu, bahwa Kami ciptakan manusia dari setetes sperma hingga sampai hati ia membangkan (menyombongkan diri) terang-terangan.” (Yaasin : 23)
Ooh Tuhanku... Engkau Maha Benar. Sungguh ! Tiada alasan bagi kami untuk menyombongkan diri. Tiada celah sedikit pun bagi kami untuk luput dari siksa-Mu karena kesombongan diri. Bukankah kekasih-Mu tercinta, junjungan kami Rasulullah pun bersabda :
“Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat terdapat seberat debu dari sifat sombong.”
Kesombongan adalah salah satu penyakit hati yang harus dijauhi. Namun bagi para sufi, bukan karena siksa neraka yang membuat mereka menjauhi sifat sombong maupun sifat-sifat tercela lainnya. Namun yang dicari semata-mata hanya karena kecintaan dan kerinduan mereka untuk dapat bertemu dengan Allah dalam keadaan yang begitu indah tak terlukiskan.
Ketika sufi agung Abu Yazid Al Busthami mimpi bertemu dengan Tuhannya, ia bertanya, “Bagaimana menjumpai-Mu tidak dalam mimpi ?”
“Buanglah keakuanmu (sifat sombong-pen) dan bersimpuhlah dihadapan-Ku,” jawab Tuhan dalam mimpinya.
Adapun Rabi’ah Al Adawiyah dalam pengakuannya terhadap Tuhan mengatakan:
Oh Tuhan !
Andai hamba memohon kepada-Mu
dari ketakutan neraka,
masukkan hamba ke dalamnya.
Andai hamba memohon kepada-Mu
kerinduan akan surga,
maka singkirkanlah hamba dari surga itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar