Selasa, 29 Juli 2008

Remaja Muslim: Diantara Tahun Baru Hijriah dan Valentine Day

Sopian Muhammad


Sebagaimana kita ketahui bahwa tanggal 10 Februari 2005 bertepatan dengan pergantian tahun baru Hijriah (1 Muharam 1426 H). Sedangkan pada tanggal 14-nya adalah Hari Kasih sayang atau tepatnya disebut Valentine Day.

Di sebagian kalangan remaja termasuk yang muslimnya, Valentine Day seakan lebih bermakna bahkan tidak sedikit dari mereka yang merayakannya dengan bersuka ria bersama pasangan bukan mukhrimnya. Apalagi kalau bukan bersenang-senang, bermesra-mesraan atau memadu kasih diantara mereka. Sedangkan tahun baru Hijriah seolah hanya pergantian tahun yang tidak memiliki makna apapun. Begitulah gejala sosial yang terjadi di sebagian kaum muda kita termasuk remaja muslimnya.

Memahami Tahun Hijriah dan Valentine Day
Nah, bagi kamu-kamu terutama para remaja atau muda mudi muslim, seharusnya sudah memahami bahwa tahun baru Hijriah memiliki makna yang penting dan mendalam. Pasalnya tahun Hijriah tidak bisa dilepaskan dengan sejarah awal mula perjuangan Rasulullah Saw dalam mengemban risalah (Islam) yang dalam perjalanannya diwarnai dengan berbagai rintangan dan tantangan yang harus dihadapi. Tidak saja berupa cercaan, teror dan intimidasi kekerasan, tetapi juga harus berhadapan dengan beragam ancaman pembunuhan dari kalangan kafirin ketika itu.

Perlu selalu kita ingat bahwa awal mula (tahun) Hijriah pun terkait dengan latar belakang Rasulullah Saw dan para pengikutnya untuk berhijrah ke Madinah. Prosesi hijrah ini pada prinsipnya bertujuan memperluas lapangan dakwah sekaligus memperkuat posisi umat Islam seperti yang terjadi di Madinah saat itu. Hal ini terwujud karena umat Islam termasuk generasi mudanya bersatu padu dalam menghadapi ancaman yang dapat melemahkan umat Islam dan akidah yang dianutnya. Singkatnya, awal mula tahun Hijriah ini tidak terlepas dengan hijrahnya Rasulullah dan para pengikutnya dalam mengemban syiar Islam.

Berdasarkan tinjauan historis filosofis ini, bagi umat Islam termasuk para remajanya, tahun baru Hijriah sejatinya menjadi momen untuk instrospeksi (muhasabah) dan berhijrah ; yaitu memperbaharui diri dengan meningkatkan kualitas keimanan. Caranya antara lain dengan menghindari pola hidup yang bersumber dari budaya yang justru dapat melemahkan akidah Islam termasuk ber-Valentine Day-ria. Singkatnya, enggak usah deh kita ikut-ikutan budaya yang nggak sesuai dengan agama kita. Sebab- maaf ya- kalau para remajanya suka asal ngikut, jadinya seperti kumpulan para bebek. Nggak mau kan kita disebut “generasi bebek” ?
Para remaja juga harus menyadari bahwa Pergantian tahun baru Hijriah pada hakekatnya adalah rangkaian pergeseran waktu demi waktu dalam “satu masa”. Apabila dianalogikan, waktu itu ibarat ulat yang menggerogoti daun. Sedangkan yang menjadi daunnya adalah (umur) kita sebagai manusia. Jadi pergantian tahun baru yang dibarengi ber-Valentine Day-ria seperti tadi, pada dasarnya menyia-nyiakan usia kita yang semakin berkurang. Masak berkurangnya sisa hidup disambut dengan perilaku yang membuat kita berlumuran dosa. Kan nggak cerdas.

Persoalan sosial budaya dari Valentine Day yang menggejala - dalam hal ini di kalangan remaja muslimnya – sesungguhnya terletak dari kekeliruan dalam menyikapi. Sebab Valentine Day merupakan bagian dari globalisasi budaya Barat yang sarat dengan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan Islam. Karenanya sekali lagi kita jangan asal meniru sesuatu yang justru dapat memperlemah akidah yang seharusnya kita pegang teguh.

Sebagai generasi penerus, termasuk kamu-kamu yang masih remaja, harus mengetahui bahwa Barat terutama dengan pengaruh globalisasinya berupaya untuk mengikis nilai-nilai Islam dalam sikap dan perilaku hidup kita. Mereka tidak akan pernah berhenti sampai kita semua mengikuti budaya atau keinginan mereka. Makanya, dari dulu hingga kini, terjadi apa yang disebut sebagai konflik peradaban (clash of civilizations).

Konflik peradaban dalam konteks ini adalah terjadinya benturan antara peradaban Islam dengan peradaban Barat. Seperti diungkapkan Maryam Jameela – seorang Yahudi Amerika yang sebelum masuk Islam bernama Margaret Marcus – konflik ini terjadi karena terdapat perbedaan yang sangat mendasar (fundamental) antara Barat dengan Islam (A. Husaini, 1999 :17). Peradaban Barat dilandasi sekulerisme-hedonisme (faham yang mengutamakan kesenangan duniawi - menyampingkan keimanan dalam berbagai aspek kehidupan tertentu), sedangkan peradaban Islam dilandasi keimanan (yang ruang lingkupnya menyentuh segala aspek kehidupan). Jadi semakin jelas, kan bedanya antara (peradaban) Barat dengan Islam?

Selain itu Samuel P Huntington sendiri, seorang “tokoh Barat” berbangsa Amerika keturunan Yahudi mengisyaratkan, Barat (dipelopori Amerika) berusaha “memaksakan” umat manusia (terutama umat Islam) di seluruh dunia untuk menerima dan mengakui nilai-nilai yang berlaku di Barat sebagai nilai-nilai yang bersifat universal (E. Sudjana, 2002 : 28). Caranya antara lain dengan mengglobalisasikan berbagai gaya hidup atau budaya yang dianut oleh mereka. Dan ber-Valentine Day-ria adalah salah satunya.

Dari sebuah literatur disebutkan, tercetusnya Valentine Day bermula di Amerika. Dalam menyambut Valentine Day ini, muda mudi Amerika bersuka ria bersama pasangannya terutama dalam memadu kasih (bermesra-mesraan dan bercinta) diantara mereka. Apabila remaja muslim kita menyambut Valentine Day ini dengan perilaku semacam itu tentu saja hal ini suatu keanehan sekaligus keironian yang memprihatinkan. Pasalnya, disatu sisi Barat dengan kekuatan pengaruh globalisasi budayanya itu - dalam konteks ini Valentine Day - berusaha “menjerat” generasi muda muslim, di sisi lain, remaja muslimnya malah menyambut atau mengikutinya. Padahal Rasul kita bersabda :
“Barang siapa yang meniru suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam golongan mereka.”

Valentie Day sebagai Budaya (Barat)
Ber-Valentine Day-ria adalah bagian dari peniruan (imitasi) terhadap budaya Barat. Adapun budaya (culture) menurut Mac Iver adalah ekspresi dari jiwa yang terwujud dalam pergaulan, sikap atau perilaku seseorang (Suparno, 1987 : 164).

Menurut Muhammad Asad (sebelum masuk Islam bernama Leopold Weiss), hanya manusia yang sangat dangkal pandangannya dapat percaya bahwa kita meniru suatu kebudayaan tanpa dipengaruhi jiwa kebudayaan itu (Z.Asharfillah, 2003 : 44). Karena itu apabila kita tidak mau disebut “berpandangan dangkal”, maka jangan asal meniru budaya tersebut.

Dalam wacana kebudayaan, penyebaran kebudayaan (difusi) sangat mempengaruhi terjadinya peniruan ini (peniruan terhadap budaya Barat). Sedangkan akibatnya terjadilah pergeseran sosial budaya (culture social change) yang dapat mengancam nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat terutama di kalangan muda-mudi muslimnya. Begitu pula apabila para remajanya asyik masyuk ber-Valentine Day-ria.

Karena globalisasi budaya ini sudah tidak bisa dihindari, maka kita mesti berhati-hati untuk tidak terpengaruh ataupun terjebak dalam pola pikir, sikap, dan perilaku yang mengarah kepada nilai-nilai budaya Barat seperti halnya dalam menyikapi kehadiran Valentine Day. Sedangkan generasi muda Islam yang ber-Valentine Day-ria dapat dikatakan sebagai “korban budaya” atau “korban globalisasi” karena “tergiur” atau “terlena” oleh nilai-nilai (budaya) Barat. Apalagi, hakekat dari ber-Valentine Day-ria, sebenarnya tidak hanya sebatas dalam pengertian rutinitas budaya tahunan setiap 14 Februari, tetapi sudah menjadi perilaku (budaya) keseharian di kalangan remaja atau muda mudi muslim ; memadu kasih dengan pasangan yang bukan mukhrimnya.
“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman...”(QS.Al Baqarah : 212)

Valentine Day diantara Globalisasi Budaya
Barat menyadari, untuk mengalahkan umat Islam, mereka harus menyerang secara total dan menyeluruh, mencakup sisi aqidah, syariah, akhlak, serta melalui tradisi yang disusupkan dengan berbagai cara. Singkatnya, program penghancuran akidah umat Islam bersifat menyeluruh atau mencakup semua aspek kehidupan. Umat Islam, terutama generasi mudanya akan terus dibuat ragu terhadap ajaran agama, dan diupayakan agar sedikit demi sedikit mereka meninggalkan nilai-nilai Islam. Begitulah yang kini terus gencar dilakukan Barat.

Adanya gembar-gembor bahwa Valentine Day adalah suatu tradisi dari kehidupan kaula muda modern, pada dasarnya merupakan cara berpikir yang sengaja dihembuskan oleh Barat melalui perekayasaan opini. Ironisnya, tidak sedikit generasi muda muslimnya tidak menyadari hal itu sehingga mereka terbawa, terlena, bahkan turut memakmurkan budaya jahiliyah modern ini (ber-Valentine Day-ria).
Keberhasilan Barat ini terjadi karena kuatnya pengaruh media massa yang mereka miliki termasuk film-filmnya. Barat sengaja memanfaatkan momen Valentine Day untuk terus mengglobalisasikan budaya ini melalui dukungan agenda setting media massa termasuk film-filmnya tadi. Makanya tidaklah mengherankan apabila dalam menyambut Valentine Day kita sering melihat media massa (ironisnya tidak hanya media massa Barat) mengangkat momen ini terkait dengan hal-hal asmara atau percintaan. Begitu pula dengan film-filmnya : bertemakan Valentine. Apalagi kalau bukan menampilkan kisah kasih pasangan remaja atau muda mudinya. Lebih memprihatinkan, karena film-film bernuansa Valentine ini cukup ramai ditayangkan di televisi kita (terutama) setiap tahunnya di bulan Februari ini. Bahkan setiap hari pun televisi kita sesungguhnya telah banyak menayangkan sinetron-sinetron yang bernuansa “valentine.” Yaitu kisah kehidupan percintaan pasangan remaja.

Valentine Day hanyalah salah satu upaya Barat dalam mengglobalisasikan budaya mereka agar umat Islam terutama para remajanya sedikit demi sedikit menjauhi nilai-nilai Islam. Karena itu, mengingat begitu dahsyat dan gencarnya upaya Barat untuk terus melemahkan dan menghancurkan akidah umat Islam, maka di tahun baru Hijriah ini, mari kita bermuhasabah, instrospeksi, menyadari diri kita dan kapasitas kita sebagai seorang muslim untuk segera berhijrah. Yaitu memperbaharui diri dengan meningkatkan kualitas keimanan sekaligus meneruskan perjuangan dalam mengemban risalah (Islam) yang telah diperjuangkan Rasulullah dengan susah payah ini.

Memaknai Hijrah
Hakekat berhijrah pada dasarnya berkenaan dengan potensi memanfaatkan waktu seoptimal mungkin dalam memperbanyak amal saleh. Dari sebuah keterangan disebutkan ; ada tiga kemungkinan seseorang dalam memanfaatkan waktu. Siapa yang kualitas amalnya lebih buruk dari hari kemarin, itulah orang yang terlaknat. Siapa yang kualitas amal salehnya hari ini sama dengan hari kemarin, dialah orang yang tertipu. Sedangkan orang yang beruntung dan mendapat rahmat yaitu orang yang kualitas amal salehnya jauh lebih baik dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Dalam konteks ini, jelaslah bahwa orang-orang yang beruntung dan mendapat rahmat merupakan tujuan final dari berhijrah. Karenanya sebaik-baik berhijrah adalah memanfaatkan sesegera mungkin waktu yang tersedia dengan memperbanyak amal ibadah. Jangan beranggapan, bahwa sebagai remaja kita masih banyak kesempatan untuk memperbaiki kualitas keimanan. Sebab kita tidak pernah tahu apakah waktu yang kita rasakan hari ini masih dapat kita nikmati pada esok hari atau tidak. Jadi, karena ketidaktahuan itulah maka kita harus segera berhijrah sebelum tidak sempat lagi melakukannya.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa ber-Valentine Day-ria sangat bertentangan dengan kapasitas kita sebagai penerus pengemban risalah (Islam). Dengan demikian tahun baru Hijriah ini sejatinya merupakan momen yang tepat untuk muhasabah (instrospeksi) dan berhijrah : memperbaharui diri.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasehati supaya menaati kebenaran dan saling menasehati supaya tetap dalam kesabaran.” (Al Ashr : 1-3)

Selamat tahun baru Hijriah ; 1 Muharam 1426 H. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu menjadikan moment ini untuk (terus) berhijrah. Amin

Tidak ada komentar: