Selasa, 29 Juli 2008

Muhasabah Tahun Baru: Antara Hijriah dan Hijrah

Sopian Muhammad

Bagi umat Islam, tahun baru Hijriah memiliki makna yang penting dan mendalam. Pasalnya tahun Hijriah tidak bisa dilepaskan dengan sejarah awal mula perjuangan Rasulullah Saw dalam mengemban risalah (Islam) yang dalam perjalanannya diwarnai dengan berbagai rintangan dan tantangan yang harus dihadapinya. Tidak saja berupa cercaan, teror dan intimidasi kekerasan, tetapi juga harus menghadapi berbagai ancaman pembunuhan dari kalangan kafirin ketika itu.

Kemudian awal mula Hijriah pun terkait dengan latar belakang Rasulullah Saw dan para pengikutnya untuk berhijrah ke Madinah. Prosesi hijrah ini pada akhirnya memperluas lapangan dakwah sekaligus memperkuat posisi umat Islam seperti yang terjadi saat di Madinah. Bahkan di Madinah, kondisi sosial politik Islam begitu kuat pengaruhnya. Hal ini terjadi karena umat Islam Madinah (anshar dan muhajirin) yang sangat solid dan total dalam memberi dukungan penuh terhadap perjuangan Rasulullah sehingga beliau pun menjadi pemimpin di sana.

Meskipun Rasulullah memimpin pemerintahan Madinah dengan penuh kearifan terlebih-lebih dalam memberikan hak-hak dan jaminan perlindungan pada kaum kafir yang tinggal di sana, namun dalam perjalanannya kemudian, gejolak pengkhianatan dan pemberontakan dari kaum kafir pun terjadi. Berkat kokohnya solidaritas dan ukhuwah diantara umat Islam Madinah, Rasulullah berhasil menyelesaikan berbagai persoalan tersebut dengan sangat baik. Bahkan bisa dikatakan, di era Madinah inilah yang menjadi cikal bakal bangkitnya kekuatan Islam dalam memperluas syiarnya terutama di Jazirah Arab.

Awalnya, secara logika, seandainya Rasulullah Saw malam itu tidak segera hijrah meninggalkan Mekah menuju Madinah, bisa saja beliau wafat di tempat tidurnya. Karena ketika itu dengan pedang terhunus kaum kafir berhasil masuk ke kamar Rasulullah untuk membunuhnya. Namun karena Rasulullah sudah meninggalkan rumah itu (berhijrah) – tentu karena perlindunganNya juga - beliau pun terselamatkan dari maut.

Makna terpenting dibalik peristiwa yang terkait dengan hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah bukan semata-mata sebagai upaya untuk menyelamatkan diri dari kematian. Tetapi yang menjadi substansinya adalah harus berlanjutnya perjuangan untuk terus menegakkan risalah yang diembannya. Sebab Rasulullah sendiri sesungguhnya tidak gentar dalam menghadapi kematian. Hal ini sudah dibuktikan sendiri ketika beliau dengan gagah berani memimpin sejumlah peperangan dalam menghadapi kaum kafir yang secara kuantitas jumlah mereka jauh lebih besar. Sebab bagi beliau peperangan-peperangan tersebut perlu dilakukan demi tetap tegaknya bendera Islam. Dengan demikian semakin jelaslah bahwa hijrah ini terkait dengan perjuangan menegakkan Islam

Demikianlah ilustrasi singkat sejarah keterkaitan tahun Hijriah dengan perjuangan Rasulullah dan umat Islam dalam mengawali tersebarnya Islam (hijrah). Jadi berdasarkan kajian historis filosofis ini, bagi umat Islam, menyambut tahun baru (termasuk menyambut tahun baru Masehi) dengan hura-hura, pesta pora serta perilaku lain yang kurang bahkan tidak terpuji jelaslah suatu kekeliruan dalam bersikap. Termasuk menganggap pergantian tahun baru Hijriah ini hanya sebatas pada rutinitas tahunan tanpa perlu disikapi dengan apapun.

Pergantian tahun baru pada hakekatnya adalah rangkaian pergeseran waktu demi waktu dalam “satu masa”. Apabila dianalogikan, waktu itu ibarat ulat yang menggerogoti daun. Sedangkan yang menjadi daunnya adalah (umur) kita sebagai manusia. Jadi pergantian tahun baru yang disambut dengan berhura-hura misalnya, pada dasarnya menyambut berkurangnya usia kita. Karena itu sikap yang paling baik dalam menyambut Hijriah ini (tahun baru) adalah dengan introspeksi (muhasabah). Baik introspkesi individual maupun introspeksi kolektif untuk berhijrah dalam memperbaharui diri dan sosial masyarakat di atas landasan Islam. Sebab pada hakekatnya untuk mencapai tujuan itulah Rasulullah Saw dan para pengikutnya berhijrah.

Guna mewujudkan hakekat hijrah seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dan para pengikutnya terdahulu, maka tahun baru ini menjadi momen yang tepat untuk memulainya dengan muhasabah. Tidak hanya muhasabah individual tetapi juga harus disertai dengan muhasabah kolektif tadi sebagai upaya menumbuhkan sensitivitas kesadaran bersama sebagai sesama muslim dalam mengemban risalah-Nya yang dengan susah payah telah diperjuangkan Rasulullah Saw dan para pengikutnya terdahulu.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasehati supaya menaati kebenaran dan saling menasehati supaya tetap dalam kesabaran.” (Al Ashr : 1-3)

Apapun bentuknya, hakekat berhijrah sesungguhnya berkaitan dengan dengan potensi memanfaatkan waktu. Menurut sebuah riwayat, ada tiga kemungkinan seseorang dalam memanfaatkan waktu. Siapa yang kualitas amalnya lebih buruk dari hari kemarin, itulah orang yang terlaknat. Siapa yang kualitas amal salehnya hari ini sama dengan hari kemarin, itulah orang yang tertipu. Sedangkan orang yang beruntung dan mendapat rahmat yaitu orang yang kualitas amal salehnya jauh lebih baik dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Dalam konteks ini, jelaslah bahwa orang-orang yang beruntung dan mendapat rahmat merupakan tujuan final dari hijrah. Karenanya sebaik-baik berhijrah adalah memanfaatkan waktu yang tersedia dengan memperbanyak amal ibadah. Hal ini dikarenakan kita tidak pernah tahu apakah waktu yang kita rasakan hari ini masih dapat kita nikmati pada esok hari atau tidak. Jadi karena ketidaktahuan itulah maka kita harus segera berhijrah sebelum tidak sempat lagi melakukannya. Sedangkan penyesalan tidak ada gunanya lagi.
“…Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” (Al Munaafiquun : 10)

“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan amal saleh, berlainan dengan yang telah kami kerjakan….” (Faathir : 37)

Tidak ada komentar: